BAHASA DAN AKSARA SUNDA

BAHASA DAN AKSARA SUNDA



Bahasa Sunda  adalah sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan penutur terbanyak kedua diIndonesia setelah Bahasa Jawa. Bahasa Sunda dituturkan di sebagian besar provinsi Jawa Barat (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi di mana penutur bahasa ini semakin berkurang), melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di wilayah Brebesdan Majenang, Cilacap Jawa Tengah, dan di kawasan selatan provinsi Banten.
Dari segi linguistik, bersama bahasa Baduy, bahasa Sunda membentuk suatu rumpun bahasa Sunda yang dimasukkan ke dalam rumpun bahasa Melayu-Sumbawa.

VARIASI DALAM BAHASA SUNDA

Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda. Dialek-dialek ini adalah:
  • Dialek Barat
  • Dialek Utara
  • Dialek Selatan
  • Dialek Tengah Timur
  • Dialek Timur Laut
  • Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten selatan. Dialek Utara mencakup daerah Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian Pantura. Lalu dialek Selatan adalah dialek Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur adalah dialek di sekitar Majalengka. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar Kuningan, dialek ini juga dipertuturkan di beberapa bagian Brebes, Jawa Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitarCiamis.
Bahasa Sunda Kuna adalah bentuk bahasa Sunda yang ditemukan pada beberapa catatan tertulis, baik di batu (prasasti) maupun lembaran daun kering (lontar). Tidak diketahui apakah bahasa ini adalah dialek tersendiri atau merupakan bentuk yang menjadi pendahulu bahasa Sunda modern. Sedikitnya literatur berbahasa Sunda menyulitkan kajian linguistik varian bahasa ini.

SEJARAH DAN PENYEBARAN
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian, bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes dan Cilacap. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan Dayeuhluhur,Cimanggu, dan sebagainya. Ironisnya, nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama Jawa yang "disundakan", sebab pada abad ke-19 nama ini seringkali ditulis sebagai "Clacap".
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah, berdasarkan nama "Dieng" yang dianggap sebagai nama Sunda (asal kata dihyang yang merupakan kata bahasa Sunda Kuna). Seiring mobilisasi warga suku Sunda, penutur bahasa ini kian menyebar. Misalnya, di Lampung, di Jambi, Riau dan Kalimantan Selatan banyak sekali, warga Sunda menetap di daerah baru tersebut.



FONOLOGI

Saat ini Bahasa Sunda ditulis dengan Abjad Latin dan sangat fonetis. Ada lima suara vokal murni (a, é, i, o, u), dua vokal netral, (e (pepet) dan eu (ɤ), dan tidak ada diftong. Fonem konsonannya ditulis dengan huruf p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y.
Konsonan lain yang aslinya muncul dari bahasa Indonesia diubah menjadi konsonan utama: f -> p, v -> p, sy -> s, sh -> s, z -> j, and kh -> h.

AKSARA SUNDA BAKU

Aksara Sunda Baku merupakan sistem penulisan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Saat ini Aksara Sunda Baku juga lazim disebut dengan istilah Aksara Sunda.
Setidaknya sejak Abad IV masyarakat Sunda telah lama mengenal aksara untuk menuliskan bahasa yang mereka gunakan. Namun demikian pada awal masa kolonial, masyarakat Sunda dipaksa oleh penguasa dan keadaan untuk meninggalkan penggunaan Aksara Sunda Kuna yang merupakan salah satu identitas budaya Sunda. Keadaan yang berlangsung hingga masa kemerdekaan ini menyebabkan punahnya Aksara Sunda Kuna dalam tradisi tulis masyarakat Sunda.
Pada akhir Abad XIX sampai pertengahan Abad XX, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda Kuna. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad XX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Baratmenetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.
Pada tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus UNPAD Jatinangor yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan di kepada umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut.
Namun demikian, setidaknya hingga akhir tahun 2007 Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan Bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Lampung dan Propinsi Jawa Tengah telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari aksara daerah.

Sebagaimana diungkapkan di atas, Aksara Sunda Baku merupakan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Penyesuaian itu antara lain didasarkan atas pedoman sebagai berikut:
  • bentuknya mengacu pada Aksara Sunda Kuna sehingga keasliannya dapat terjaga,
  • bentuknya sederhana agar mudah dituliskan,
  • sistem penulisannya berdasarkan pemisahan kata demi kata,
  • ejaannya mengacu pada Bahasa Sunda mutakhir agar mudah dibaca.
Dalam pelaksanaannya, penyesuaian tersebut meliputi penambahan huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).

Aksara Swara 
Sunda A.png = aSunda Ae.png = éSunda I.png = iSunda O.png = o
Sunda U.png = uSunda E.png = eSunda Eu.png = eu
Aksara Ngalagena
Sunda Ka.png = kaSunda Ga.png = gaSunda Nga.png = ngaSunda Ca.png = caSunda Ja.png = jaSunda Nya.png = nyaSunda Ta.png = taSunda Da.png = daSunda Na.png = naSunda Pa.png = paSunda Ba.png = baSunda Ma.png = maSunda Ya.png = yaSunda Ra.png = raSunda La.png = laSunda Wa.png = waSunda Sa.png = saSunda Ha.png = ha

Rarangkén

Berdasarkan letak penulisannya, 13 rarangkén dikelompokkan sebagai berikut:
  • rarangkén di atas huruf = 5 macam
  • rarangkén di bawah huruf = 3 macam
  • rarangkén sejajar huruf = 5 macam
a. Rarangkén di atas huruf
Sundanese sign panghulu.pngpanghulu, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [i].
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign panghulu.png = ki.
Sundanese sign pamepet.pngpamepet, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ə].
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign pamepet.png = ke.
Sundanese sign paneuleung.pngpaneuleung, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɤ].
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign paneuleung.png = keu.
Sundanese sign panglayar.pngpanglayar, menambah konsonan [r] pada akhir suku kata.
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign panglayar.png = kar.
Sundanese sign panyecek.pngpanyecek, menambah konsonan [ŋ] pada akhir suku kata.
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign panyecek.png = kang.
b. Rarangkén di bawah huruf
Sundanese sign panyuku.pngpanyuku, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [u].
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign panyuku.png = ku.
Sundanese sign panyakra.pngpanyakra, menambah konsonan [r] di tengah suku kata.
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign panyakra.png = kra.
Sundanese sign panyiku.pngpanyiku, menambah konsonan [l] di akhir suku kata.
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign panyiku.png = kla.
c. Rarangkén sejajar huruf
Sundanese sign paneleng.pngpanéléng, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɛ].
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign paneleng.png = .
Sundanese sign panolong.pngpanolong, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɔ].
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign panolong.png = ko.
Sundanese sign pamingkal.pngpamingkal, menambah konsonan [j] di tengah suku kata.
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign pamingkal.png = kya.
Sundanese sign pangwisad.pngpangwisad, menambah konsonan [h] di akhir suku kata.
Contoh: Sunda Ka.png = ka → Sundanese sign pangwisad.png = kah.
Sundanese sign pamaeh.pngpatén atau pamaéh, meniadakan vokal pada suku kata.
Contoh: Sunda Ka.png = ka → pamaeh = k.

Angka


Dalam teks, angka diapit oleh dua tanda pipa | ... |.

Sundanese digit 1.png = 1Sundanese digit 2.png = 2
Sundanese digit 3.png = 3Sundanese digit 4.png = 4
Sundanese digit 5.png = 5Sundanese digit 6.png = 6
Sundanese digit 7.png = 7Sundanese digit 8.png = 8
Sundanese digit 9.png = 9Sundanese digit 0.png = 0
Contoh: |Sundanese digit 2.pngSundanese digit 4.pngSundanese digit 0.png| = 240






Tidak ada komentar: